Inilah kami ENAM MATA BADIK. Orang mungkin menginterpretasikan dengan makna yang berbeda atau mungkin kalian berpikir kami adalah segerombolan pengacau yang tiba-tiba muncul untuk sebuah penyucian dosa. Tidak bisa kami elakan bahwa kami memang pernah melakukan hal paling usil sebagai enam pemuda yang juga pernah ingin bebas sebagai manusia.
Berawal dari pertemuan yang tak direncanakan, lalu mendapat dogma yang sedikit ekstrim sebagai pemula untuk mengenal sastra secara totalitas. Kami menyadari bahwa proses menjadi manusia dengan belajar menulis sastra adalah hal paling menyenangkan. Di sana kami menapaki setapak jalan dan tak kenal lelah walau pun perut kami tak terisi, karena bagi kami sastra adalah jalan hidup kami. Sastra akan membawa ketentraman bagi siapa pun yang mencintainya secara menyeluruh. Kami belajar menulis cinta lewat tangkai-tangkai senja dan merangkai kata lewat air mata.
Sungguh tiada kata yang paling indah selain cinta. Mencintai berarti merasakan sisi lain dari kemanusiaan. Dalam ruang episodik, setiap sejarah besar selalu dibentangkan di atas jalan licin yang basah oleh lendir darah dan airmata. Itulah sejarah cinta yang kami tawarkan. Tak seperti cinta lumrah yang hanya menawarkan pertemuan hampa. Karya ini bukanlah sekadar tulisan yang menawarkan hiburan, tetapi tulisan yang merefleksikan kehidupan di tempat di mana kami berpijak.
Di sana, di sebuah tempat yang kami beri nama nirwana kecil yang mengalirkan cinta dalam tiga pilar yang tetap berdiri kokoh. Rumah yang mengajari kami tentang makna persaudaraan yang sesungguhnya.
Untuk seluruh daeng-daeng dan andi’-andi’ kami di IPASS (Ikatan Pemerhati Seni dan Sastra) yang telah memberikan makna dan melukis warna dalam kehidupan kami. Satu pesan untukmu, “di sudut sana telah kutemukan secarik kertas bertuliskan: rangkailah kata yang indah, lukislah karya yang agung dari sepotong pena yang tersisa”.
Untuk semuanya kami ucapkan terimakasih, atas segala dukungan dan cacian yang telah terlontar dan yang belum diuapkan, masih banyak cerita yang belum terbacakan, masih banyak rindu yang belum di habiskan, yah... kami berharap semoga semuanya akan baik baik saja, walau kami tahu, kelak pasti akan berpisah, dan semoga saja tak ada air mata.
Untuk ibu-ibu kami yang perkasa, terima kasih atas hadiah dunia yang kau berikan, karena dari dunia ini kami bisa merangkai cerita tantang surga.
Berawal dari pertemuan yang tak direncanakan, lalu mendapat dogma yang sedikit ekstrim sebagai pemula untuk mengenal sastra secara totalitas. Kami menyadari bahwa proses menjadi manusia dengan belajar menulis sastra adalah hal paling menyenangkan. Di sana kami menapaki setapak jalan dan tak kenal lelah walau pun perut kami tak terisi, karena bagi kami sastra adalah jalan hidup kami. Sastra akan membawa ketentraman bagi siapa pun yang mencintainya secara menyeluruh. Kami belajar menulis cinta lewat tangkai-tangkai senja dan merangkai kata lewat air mata.
Sungguh tiada kata yang paling indah selain cinta. Mencintai berarti merasakan sisi lain dari kemanusiaan. Dalam ruang episodik, setiap sejarah besar selalu dibentangkan di atas jalan licin yang basah oleh lendir darah dan airmata. Itulah sejarah cinta yang kami tawarkan. Tak seperti cinta lumrah yang hanya menawarkan pertemuan hampa. Karya ini bukanlah sekadar tulisan yang menawarkan hiburan, tetapi tulisan yang merefleksikan kehidupan di tempat di mana kami berpijak.
Di sana, di sebuah tempat yang kami beri nama nirwana kecil yang mengalirkan cinta dalam tiga pilar yang tetap berdiri kokoh. Rumah yang mengajari kami tentang makna persaudaraan yang sesungguhnya.
Untuk seluruh daeng-daeng dan andi’-andi’ kami di IPASS (Ikatan Pemerhati Seni dan Sastra) yang telah memberikan makna dan melukis warna dalam kehidupan kami. Satu pesan untukmu, “di sudut sana telah kutemukan secarik kertas bertuliskan: rangkailah kata yang indah, lukislah karya yang agung dari sepotong pena yang tersisa”.
Untuk semuanya kami ucapkan terimakasih, atas segala dukungan dan cacian yang telah terlontar dan yang belum diuapkan, masih banyak cerita yang belum terbacakan, masih banyak rindu yang belum di habiskan, yah... kami berharap semoga semuanya akan baik baik saja, walau kami tahu, kelak pasti akan berpisah, dan semoga saja tak ada air mata.
Untuk ibu-ibu kami yang perkasa, terima kasih atas hadiah dunia yang kau berikan, karena dari dunia ini kami bisa merangkai cerita tantang surga.
1 Jejak dan Kritik dari Pembaca:
Selamat berkarya kawan!!!
Posting Komentar